asallamualaikum kawan,,ini adalah catatan sejarah yang pernah ada di negeri kita di tahun 1998 dimana sejarah ini di angkat dalam film "Di BALIK 98" karya Lukman Sardi,namun tulisan ini bukan lah isi dari film di balik 98 yang bisa kalian tonton atau kalian download secara grastis berikut isi dari catatn tersebut selamat membaca :)
Masih ada yang ingat tidak
sewaktu kejadian kerusuhan anti-Tionghoa pada Mei 1998?
Kira-kira di Indonesia akan ada kerusuhan anti-Tionghoa
sebesar itu lagi tidak?
Dimana saat itu wanita-wanita Amoi diperkosa ramai-ramai,
toko kita dibakar, bahkan ada orang Tionghoa yang dibakar hidup-hidup. Bagi
orang-orang Tionghoa yang awam, di benak mereka terlintas bahwa pemerkosa para
Amoi tersebut adalah sekumpulan geng preman Fankui. Namun, secara fakta yang
mengejutkan justru mayoritas pelaku pemerkosaan tersebut adalah sekumpulan
oknum Fankui berseragam militer nasional, yang sudah terkoordinasi dalam
mengeksekusi Tionghoa. Jelas sekali ini menandakan adanya keterlibatan pejabat-pejabat
pemerintah Orde Baru saat itu yang memang mayoritas sangat
anti-Tionghoa.Para pengamat hak azasi manusia dan organisasi-organisasi wanita
di Indonesia sudah mulai mendokumentasi kasus-kasus pemerkosaan selama
kerusuhan rasial Mei 1998 yang mengakibatkan kejatuhan rejim Suharto.
“Kerusuhan itu direncanakan, dikendalikan, dan disengaja.”, demikian kata Sita
Kayam, seorang pekerja sosial dengan nada marah. Ia adalah seorang rekan kerja
sebuah oraganisasi wanita di Jakarta. Ratusan wanita Tionghoa telah diperkosa
selama kerusuhan sekejap yang melanda ibukota Jakarta, juga di setiap kota-kota
besar berbagai provinsi.Menurut dokumentasi, korban-korban yang mayoritas
adalah etnis Tionghoa itu mengatakan bahwa pemerkosa mereka itu kebanyakan
mengenakan seragam. Para pemerkosa itu mengatakan, “Sekarang giliran kamu,
karena kamu China dan bukan Muslim!”, demikian kata seorang korban menurut
psikolog Yayasan Kalyana Mitra.Segala bentuk kekerasan seksual yang selama ini
hanya kita bisa bayangkan, kini benar-benar terjadi, kata Sita Kayam. “Dan kami
jadi yakin kalau ini semua bukan kebetulan. Semua kegiatan mempermalukan
perempuan Tionghoa ini direncanakan dan diorganisasi dengan sekasama.”Ratusan
korban telah mengadu ke organisasi-organisasi wanita. “Rumah saya terbakar.”,
cerita Helen Chang dengan ragu-ragu. “Kami menyelamatkan diri ke halaman. Saat
itu datang beberapa laki-laki pribumi. Mereka mengenakan kaos dan celana
seragam. Mereka membanting saya ke tanah lalu mereka satu per satu memperkosa
saya.” Kemudian, kata ibu berusia 44 tahun ini, tanpa daya ia harus melihat
bagaimana ketiga anak perempuannya ikut diperkosa.Para perkerja sosial di
klinik-klinik psikologi dan organisasi-organisasi wanita bersama-sama
mendapatkan gambaran yang cukup serupa. Kebanyakan korban 98% adalah etnis
Tionghoa, diperkosa antara 13–15 Mei 1998, juga 18–19 Mei 1998. Para pelaku
menurut laporan berpotongan rambut ala militer dan mengenakan bagian-bagian
dari pakaian seragam militer. Mereka selalu muncul dalam bentuk kelompok-kelompok.
Jumlah perkosaan di kota-kota di luar Jakarta baru pada saat itu meningkat.Para
psikolog di pusat-pusat pertolongan untuk korban perkosaan berusaha susah payah
agar para korban yang trauma mau berbicara. “Kebanyakan wanita-wanita dan
gadis-gadis mengalami perlakuan yang terlalu kasar dan mereka takut para pelaku
membalas dendam.” kata Rita Kolibonso dari organisasi wanita Mitra Perempuan.
Di antara korban terdapat yang berusia 13 tahun sampai 72 tahun.Komandan Polisi
Jakarta Pusat, Lettu Iman Haryatnam telah meminta pada para Amoi korban
kekerasan seksual ini untuk melapor. Panglima ABRI, Jendral Wiranto menjanjikan
suatu penyelidikan dengan cara mengajukan rencana pembuatan pos-pos. Para
Fankui pelaku pemerkosaan tampaknya tahu bahwa suatu penyelidikan tengah
dimulai. Romo Sandyawan dari badan sosial Katholik di Jakarta mendapat kiriman
pos sebuah granat tangan dan tulisan agar ia menghentikan kegiatan
dokumentasi.Organisasi-organisasi hak azasi manusia mendapat peringatan melalui
telepon, “Kami sudah mengirimi Sandyawan sebuah granat. Kamu mau dikirim lebih
banyak?” Sandyawan sudah mempublikasikan data diantaranya, wanita-wanita Amoi
yang diperkosa lalu dilemparkan ke dalam bangunan yang tengah dilalap api.
Albert Hasibuan, anggota Komnas HAM bersumpah akan mengusut pelanggaran berat
HAM ini sampai tuntas. “Kami tidak bisa membiarkan kejahatan ini tidak mendapat
hukuman, bahwa kita manusia karena motif politik jadi bertingkah laku lebih
rendah dari binatang.”